MELTYARA, OVI BENITA (2021) PENERAPAN PRINSIP HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT [HACCP] PADA PROSES PEMBEKUAN BATARI [BANDENG TANPA DURI] DI PT DIMAS REIZA PERWIRA RUNGKUT SURABAYA JAWA TIMUR. Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo, Sidoarjo. (Unpublished)
![[thumbnail of KIPA OVI BENITA KAPRODI.pdf]](https://repository.poltekkpsidoarjo.ac.id/style/images/fileicons/text.png)
KIPA OVI BENITA KAPRODI.pdf
Restricted to Registered users only
Download (10MB)
Abstract
Ikan bandeng (Chanos-chanos) yang merupakan satu – satunya spesies
yang masih ada dari familia Chektarenida, adalah salah satu jenis ikan air payau
yang memiliki rasa spesifik dan dikenal di Indonesia bahkan didunia. Ikan bandeng
atau milkfish menjadi komoditas unggulan di pulau jawa, seperti sate bandeng
khas Banten, bandeng presto khas Semarang, dan bandeng tanpa duri khas
Sidoarjo. Suatu sistem pengawasan mutu terhadap proses produksi yang
dilaksanakan adalah untuk mencapai tujuan akhir produk yang berkualitas dan
terjamin keamanannya. Sistem pengawasan mutu yang dilakukan difokuskan
pada pengawasan bahan baku, bahan tambahan dan bahan pembantu, serta
pengawasan produk akhir berdasarkan prinsip HACCP (Hazard Analysis and
Critical Control Point). Untuk mempelajari penerapan sistem HACCP pada proses
pembekuan Batari, penulis mengambil judul “ Penerapan Prinsip Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP) pada proses Pembekuan Batari di PT. Dimas Reiza
Perwira Rungkut Surabaya”.
Berdasarkan KepMen-KP (2013), Good Manufacturing Practice (GMP)
adalah cara berproduksi yang baik bagi suatu unit pengolah ikan. Penerapan GMP
sebuah UPI meliputi : seleksi bahan baku, penanganan dan pengolahan, bahan
tambahan, bahan penolong dn bahan kimia, pengemasan, penyimpanan serta
distribusi.
Berdasarkan KepMen-KP (2013), bahwa SSOP (Standard Sanitation
Operating Procedure) adalah pedoman persyaratan sanitasi unit pengolahan ikan.
Berikut 8 aspek kunci SSOP meliputi : keamanan air dan es, kondisi permukaan
yang kontak langsung dengan produk,pencegahan kontaminasi silang, fasilitas
tempat cuci tangan, sanitasi, dan toilet, proteksi dari bahan kontaminan, pelabelan,
penyimpanan dan penggunaan bahan kimia berbahaya, kondisi kesehatan
karyawan serta pengendalian hama.
Menurut pendapat Sioman (2016), bahwa penerapan HACCP (Hazard
Analysis Critical Control Point) sebagai salah satu sistem keamanan pangan untuk
menjamin kualitas produk ikan yang dihasilkan untuk ekspor. HACCP merupakan
suatu sistem keamanan pangan yang berperan mengidentifikasi, mengevaluasi
dan mengontrol bahaya dalam pangan. Bahaya dalam pangan dapat berupa
bahaya biologi, kimia dan fisik. Berikut 7 Prisip HACCP meliputi : Analisa bahaya,
penentuan titik kritis, penetapan batas kritis, prosedur pengendalian titik kritis,
tindakan perbaikan, prosedur verifikasi serta dokumentasi.
Kerja Praktek Akhir (KPA) ini dilaksanakan mulai tanggal 1 Maret 2021
sampai dengan 7 Mei 2021. Adapun tempat pelaksanaan Kerja Praktek Akhir
(KPA) yaitu di PT.Dimas Reiza Perwira Rungkut Surabaya. Metode yang
digunakan yaitu survei dan magang dengan teknik pengumpulan data secara
observasi atau pengamatan, wawancara dan dokumentasi.
Materi pada Kerja Praktek Akhir (KPA) ini meliputi materi umum dan materi
khusus. Materi umum merupakan materi yang bersifat umum seperti sejarah
berdirinya perusahaan, lokasi berdirinya perusahaan, profil perusahaan,
ketenagakerjaan, sarana dan prasarana, serta struktur organisasi dan tugas serta
fungsinya. Sedangkan materi khusus yang akan diperlajari adalah bagaimana
sistem penerapan prinsip HACCP (Hazard Analysis critical Control Point) pada
proses pembekuan Batari (Bandeng Tanpa Duri) di PT. Dimas Reiza Perwira.
PT. Dimas Reiza merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
pengolahan, pembekuan dan eksportir produk perikanan yang berdiri sejak tahun 1985 Pada tahun 2008, perusahaan ini berdiri dengan nama PT. Dimas Putra. PT.
Dimas Putra ini dibawahi kepemilikan Bapak Setiawan Hadi Pada tahun 2011, PT.
Dimas Putra tersebut berubah nama menjadi PT. Dimas Reiza Perwira. PT. Dimas
Reiza Perwira dalam perkembangannya sangat berkomitmen untuk menjadi
penyedia dan produsen produk hasil perikanan beku yang aman dan berkualitas
tinggi. Kemudian di tahun 2016 mulai memproduksi bahan pangan seperti ikan
gurami beku, ikan lele beku, fillet patin dan batari, dan terus berkembang hingga
saat ini. Jumlah tenaga kerja yang dimiliki adalah 122 orang, dengan susunan 10
orang staf, 16 orang harian tetap, 24 orang borongan kilo dan 72 orang borongan
jam.
GMP merupakan program penunjang keberhasilan dalam implementasi
system HACCP sehingga produk pangan yang dihasilkan benar-benar bermutu
dan sesuai dengan tuntutan konsumen. Adapun penerapan GMP pada setiap
tahapan proses di PT. Dimas Reiza Perwira adalah penerimaan bahan baku,
penimbangan I, pencucian I, sortasi, pembuangan sisik, pembelahan (fillet),
penyiangan, pencabutan duri, penimbangan II,pencucianII , penyusunan dalam
pan, pembekuan, pengemasan, metal detector, pengepakan dan pelabelan,
penyimpanan. Penerapan GMP di setiap proses sudah cukup baik, akan tetapi
masih ada kekurangan pada tahapan proses pembuangan insang dan isi perut
dimana ikan berada pada tumpukan yang banyak dan suhu ikan lebih dari 5
C,
dan pada tahapan proses pengemasan juga dilakukan pengelapan menggunakan
lap kanebo dan digunakan berulang.
o
SSOP menjadi program sanitasi wajib suatu industri untuk meningkatkan
kualitas produk yang dihasilkan dan menjamin sistem keamanan produksi pangan.
Dalam penerapan 8 kunci secara umum sudah diterapkan degan baik, namun
masih terdapat kekurangan yaitu karyawan belum sepenuhnya menerapkan
sistem sanitasi sesuai standar perusahaan misalnya pekerja yang keluar masuk
ruang proses tidak mencuci tangan dan baju seragam kerja digunakan diluar ruang
proses dan karyawan belum sepenuhnya mematuhi peraturan yang telah
ditetapkan oleh PT. Dimas Reiza Perwira.
Penerapan prinsip kedua HACCP yaitu identifikasi CCP yang dilakukan
pada bahaya - bahaya yang tergolong signifikan. Identifikasi CCP dilakukan
menggunakan pohon keputusan yang berisi empat pertanyaan. Setelah
diidentifikasi, tahapan proses yang termasuk CCP adalah pendeteksian logam
dengan potensi bahaya berupa kontaminasi serpihan logam. Pada prinsip ketiga
HACCP, penetapan batas kritis dilakukan pada tahapan proses yang masuk
kedalam CCP, yaitu pendeteksian logam. Batas kritis yang ditetapkan adalah tidak
boleh ada serpihan logam dengan batas deteksi mesin metal detector adalah Fe
1,0 mm dan Sus 2,0 mm. Penerapan prinsip keempat HACCP yaitu dilakukannya
prosedur pengendalian pada CCP yang telah ditetapkan. Pemantauan dilakukan
pada keberadaan serpihan logam pada produk dengan cara melewatkan produk
satu persatu ke mesin metal detector. Kemudian pemantauan juga dilakukan pada
sensitivitas mesin metal detector dengan menggunakan test piece yang dilewatkan
ke mesin metal detector sebelum digunakan dan setiap satu jam sekali saat proses
berlangsung. Penerapan prinsip kelima HACCP yaitu tindakan koreksi yang
dilakukan apabila terdapat produk yang terkontaminasi serpihan logam maka akan
dilakukan proses ulang dengan cara membongkar kemasan produk, kemudian di
thawing dan dicari keberadaan serpihan logam, lalu dilakukan pencucian.
Penerapan prinsip keenam HACCP adalah prosedur verifikasi dengan
dilakukannya verifikasi internal terkait dokumen verifikasi mengenai kalibrasi
mesin metal detector, dan verifikasi eksternal terkait dokumen verifikasi mengenai
kalibrasi mesin metal detector oleh PT. Cairnhill Serviech Inti. Pada penerapan
prinsip ketujuh HACCP yaitu dokumentasi dan rekaman, yang mana rekaman dibuat dan ditandatangani oleh QC setiap harinya, lalu setelah proses selesai
maka diserahkan ke manajer QC.
Kesimpulan dari penerapan GMP yang dilakukan oleh PT. Dimas Reiza
Perwira sudah dilakukan dengan baik. Seluruh tahapan proses pembekuan Batari
(Bandeng Tanpa Duri) di PT. Dimas Reiza Perwira sudah mengacu pada Good
Manufacturig Practices yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan telah
diterapkan dengan baik, akan tetapi kekurangan ada pada tahapan proses
pembuangan insang dan isi perut, dimana ikan berada dalam tumpukan yang
banyak sehingga suhu ikan melebihi 5
o
C. Kemudian kekurangan juga ada pada
tahapan proses pengemasan yang mana pada tahap ini dilakukan pengemasan
menggunakan lap kanebo yang digunakan berulang. Penerapan 8 kunci Sanitation
Standard Operation Procedures di PT. Dimas Reiza Perwira secara umum sudah
dilaksanakan dengan baik, namun masih terdapat kekurangan yaitu karyawan
belum sepenuhnya menerapkan sistem sanitasi sesuai standar perusahaan
misalnya pekerja yang keluar masuk ruang proses tidak mencuci tangan dan baju
seragam kerja digunakan diluar ruang proses dan karyawan belum sepenuhnya
mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh PT. Dimas Reiza Perwira.
Penerapan 7 Prinsip HACCP di PT. Dimas Reiza Perwira telah dilaksanakan
dengan baik namun dari hasil analisa bahaya dapat disimpulkan bahwa terdapat
bahaya signifikan yaitu pada tahap pendeteksian logam. Penggunaan mesin metal
detector di PT. Dimas ini tidak dilakukan dengan konsisten demi menghemat
waktu proses.
Saran pada penerapan GMP Pada proses pembuangan insang dan isi
perut sebaiknya es yang diberikan pada tumpukan ikan lebih banyak dan perlu
diawasi kembali pada saat penambahan es atau selalu menerapkan rantai dingin
guna untuk mempertahankan mutu dan suhu produk. Penerapan SSOP
perusahaan perlu menyelenggarakan pemeriksaan karyawan setiap sebelum
dimulai proses dan melakukan peringatan terhadap karyawan yang keluar masuk
ruang proses tidak mencuci tangan dan baju seragam kerja digunakan diluar ruang
proses dan memberi sanksi jika karyawan tidak mematuhi peraturan yang telah
ditetapkan oleh PT. Dimas Reiza Perwira dan memaksimalkan penggunaan mesin
metal detector untuk mencegah lolosnya produk yang mengandung logam.
Item Type: | Other |
---|---|
Subjects: | S Agriculture > SH Aquaculture. Fisheries. Angling |
Depositing User: | Unnamed user with email admin@poltekkpsidoarjo.ac.id |
Date Deposited: | 08 Aug 2025 07:59 |
Last Modified: | 08 Aug 2025 07:59 |
URI: | https://repository.poltekkpsidoarjo.ac.id/id/eprint/217 |