PENERAPAN 7 PRINSIP HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN IKAN LELE (CLARIAS SP.)BENTUK WHOLE GILLED GUTTED (WGG) DI PT DIMAZ REIZA PERWIRA SURABAYA JAWA TIMUR

NURLAILLY P., INDAH (2021) PENERAPAN 7 PRINSIP HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PROSES PEMBEKUAN IKAN LELE (CLARIAS SP.)BENTUK WHOLE GILLED GUTTED (WGG) DI PT DIMAZ REIZA PERWIRA SURABAYA JAWA TIMUR. Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo, Sidoarjo. (Unpublished)

[thumbnail of Laporan KIPA Indah Nurlailly P - TPPP.pdf] Text
Laporan KIPA Indah Nurlailly P - TPPP.pdf
Restricted to Registered users only

Download (3MB)

Abstract

Ikan lele memiliki kandungan gizi yang tinggi, dalam 500 gram mengandung 12
gram protein, energi 149 kalori, lemak 8,4 gram dan karbohidrat 6,4 gram, komposisi ini
jarang dimiliki daging penghasil protein hewani (Darseno, 2010). Sistem manajemen
mutu dan kemanan pangan yang diterapkan saat ini adalah HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Point). HACCP adalah sistem jaminan mutu yang berdasarkan pada
kesadaran atau penghayatan bahwa bahaya dapat timbul di berbagai titik atau tahap
produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahayabahaya

tersebut (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010). Untuk mempelajari
penerapan system HACCP pada proses pembekuan ikan lele, penulis mengambil judul
“Penerapan 7 Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Pada Proses
Pembekuan Ikan Lele Bentuk WGG”
GMP (Good Manufacturing Practices) adalah pedoman persyaratan cara
berproduksi yang baik bagi suatu unit pengolahan ikan (KepMen-KP, 2013).
Berdasarkan KepMen-KP (2013), bahwa aspek penerapan GMP pada sebuah UPI
meliputi: seleksi bahan baku, penanganan dan pengolahan, bahan tambahan bahan
penolong dan bahan kimia, pengemasan, penyimpanan, serta distribusi.
Prosedur operasi sanitasi standar adalah pedoman dan tata cara penerapan
sanitasi yang baik untuk memenuhi persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil
perikanan (PerMen-KP, 2016). Berikut 8 aspek kunci SSOP berdasarkan PerMen-KP
(2019), meliputi: keamanan air dan es, kondisi permukaan yang kontak langsung
dengan produk, pencegahan kontaminasi silang, fasilitas tempat cuci tangan, sanitasi
dan toilet, proteksi dari bahan kontaminan, pelabelan penyimpanan dan penggunaan
bahan kimia berbahaya, kondisi Kesehatan karyawan, serta pengendalian hama.
Konsepsi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu metode
manajemen keamanan hasil perikanan yang bersifat sistematis dan didasarkan pada
prinsip-prinsip yang telah dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi bahaya
(hazard) yang kemungkinan dapat terjadi pada setiap tahapan dari rantai persediaan
makanan (PerMen-KP, 2018). Berikut 7 prinsip HACCP yang terdiri atas: Analisa
bahaya, penentuan titik kritis (critical control point), penetapan batas kritis, prosedur
pengendalian titik kritis, tindakan perbaikan, prosedur verifikasi, serta dokumentasi.
Kerja Praktek Akhir (KPA) ini dilaksanakan selama 67 hari dimulai dari tanggal 1
Maret 2021 sampai 7 Mei 2021 di PT. Dimas Reiza Perwira Kota Surabaya Jawa Timur.
Metode yang digunakan untuk Kerja Praktek Akhir (KPA) adalah metode survey dan
magang. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan observasi,
wawancara dan dokumentasi.
Materi pada Kerja Praktek Akhir (KPA) ini meliputi materi umum dan materi
khusus. Materi umum merupakan materi yang bersifat umum, seperti sejarah berdirinya
perusahaan, lokasi berdirinya perusahaan, profil perusahaan, ketenagakerjaan, sarana
dan prasarana, serta struktur organisasi dan tugas beserta fungsinya. Sedangkan
materi khusus yang akan dipelajari adalah bagaimana system penerapan 7 prinsip
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada proses pembekuan ikan lele
bentuk WGG di PT. Dimas Reiza Perwira.
PT. Dimas Reiza Perwira berdiri pada tahun 1985 yang saat itu belum melakukan
produksi, hanya sewa simpan di cold storage. Pada tahun 2009 berganti pemilik dan
mulai memproduksi ikan bandeng untuk umpan pancing, kemudian di tahun 2016 mulai
memproduksi bahan pangan seperti ikan gurami beku, ikan lele beku, fillet patin dan batari, dan terus berkembang hingga saat ini. Luas lahan yang dimiliki adalah 10.488
m
2
. Jumlah tenaga kerja yang dimiliki adalah 122 orang, dengan susunan 10 orang staf,
16 orang harian tetap, 24 orang borongan kilo dan 72 orang borongan jam.
GMP merupakan program penunjang keberhasilan dalam implementasi system
HACCP sehingga produk pangan yang dihasilkan benar-benar bermutu dan sesuai
dengan tuntutan konsumen. Adapun penerapan GMP pada setiap tahapan proses di
PT. Dimas Reiza Perwira adalah penerimaan bahan baku, penimbangan I, perendaman
es dan garam, pembuangan insang dan isi perut, pencucian, penimbangan II,
pemgemasan, vacuum, pembekuan, pendeteksian logam, pengepakan dan pelabelan,
penyimpanan. Penerapan GMP di setiap proses sudah cukup baik, akan tetapi masih
ada kekurangan pada tahapan proses pembuangan insang dan isi perut yang mana
ikan berada pada tumpukan yang banyak dan suhu ikan lebih dari 5
C, kemudian pada
tahapan proses pengemasan juga dilakukan pengelapan menggunakan lap kanebo dan
digunakan berulang.
o
SSOP menjadi program sanitasi wajib suatu industry untuk meningkatkan kualitas
produk yang dihasilkan dan menjamin system keamanan produksi pangan. Dalam
penerapan 8 kunci SSOP sudah diterapkan dengan cukup baik, akan tetapi perlu
diterapkan dengan lebih intensif pada kunci SSOP ketiga yaitu pencegahan kontaminasi
silang yang mana masih ada beberapa karyawan yang menggunakan make up saat di
ruang proses dan belum menggunakan masker dengan sempurna. Kemudian pada
kunci SSOP keempat, apabila terdapat kran air yang tidak mengalir, tidak segera
dilakukan perbaikan.
Penerapan 7 prinsip HACCP di PT. Dimas Reiza Perwira sudah dilakukan dengan
cukup baik, diantaranya pada prinsip pertama dilakukan analisa bahaya pada setiap
tahapan proses dan ditemukan dua bahaya signifikan pada tahapan proses penerimaan
bahan baku dan pendeteksian logam. Pada tahapan proses penerimaan bahan baku,
bahaya yang masuk kedalam bahaya signifikan adalah cemaran bahan kimia Malachite
Green yang berasal dari pakan ikan yang digunakan. Kemudian pada tahapan proses
pendeteksian logam, bahaya yang masuk kedalam bahaya signifikan adalah
kontaminasi serpihan logam yang berasal dari peralatan yang digunakan.
Penerapan prinsip kedua HACCP yaitu identifikasi CCP yang dilakukan pada
bahaya-bahaya yang tergolong signifikan. Identifikasi CCP dilakukan menggunakan
pohon keputusan yang berisi empat pertanyaan. Setelah diidentifikasi, tahapan proses
yang termasuk CCP adalah pendeteksian logam dengan potensi bahayanya adalah
kontaminasi serpihan logam.
Pada prinsip ketiga HACCP, penetapan batas kritis dilakukan pada tahapan
proses yang masuk kedalam CCP, yaitu pendeteksian logam. Batas kritis yang
ditetapkan adalah tidak boleh ada serpihan logam dengan batas deteksi mesin metal
detector adalah Fe 1,0 mm dan Sus 2,0 mm.
Penerapan prinsip keempat HACCP yaitu dilakukannya prosedur pengendalian
pada CCP yang telah ditetapkan. Pemantauan dilakukan pada keberadaan serpihan
logam pada produk dengan cara melewatkan produk satu persatu ke mesin metal
detector. Kemudian pemantauan juga dilakukan pada sensitivitas mesin metal detector
dengan menggunakan test piece yang dilewatkan ke mesin metal detector sebelum
digunakan dan setiap satu jam sekali saat proses berlangsung. Penerapan prinsip kelima HACCP yaitu tindakan koreksi yang dilakukan apabila
terdapat produk yang terkontaminasi serpihan logam maka akan dilakukan proses ulang
dengan cara membongkar kemasan produk, kemudian di thawing dan dicari
keberadaan serpihan logam, lalu dilakukan pencucian.
Penerapan prinsip keenam HACCP adalah prosedur verifikasi dengan
dilakukannya verifikasi internal terkait dokumen verifikasi mengenai kalibrasi mesin
metal detector, dan verifikasi eksternal terkait dokumen verifikasi mengenai kalibrasi
mesin metal detector oleh PT. Cairnhill Serviech Inti.
Pada penerapan prinsip ketujuh HACCP yaitu dokumentasi dan rekaman, yang
mana rekaman dibuat dan ditandatangani oleh QC setiap harinya, lalu setelah proses
selesai maka diserahkan ke manajer QC.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah penerapan GMP yang dilakukan oleh PT.
Dimas Reiza Perwira sudah cukup baik, akan tetapi kekurangan ada pada tahapan
proses pembuangan insang dan isi perut, yang mana ikan berada dalam tumpukan yang
banyak sehingga suhu ikan melebihi 5
C. Kemudian kekurangan juga ada pada
tahapan proses pengemasan yang mana pada tahap ini dilakukan pengemasan
menggunakan lap kanebo yang digunakan berulang. Untuk penerapan SSOP sendiri
sudah cukup baik, akan tetapi kekurangan ada pada kunci SSOP ketiga dan keempat,
yaitu pada kunci SSOP pencegahan kontaminasi silang masih terdapat beberapa
karyawan yang menggunakan make up di ruang proses dan belum menggunakan
masker dengan sempurna. Kemudian pada kunci SSOP fasilitas pencuci tangan,
sanitasi dan toilet apabila terdapat kran air yang tidak mengalir, tidak segera dilakukan
perbaikan. Penerapan 7 prinsip HACCP sudah dilakukan dengan cukup baik, akan
tetapi pemantauan CCP dengan selalu dilakukannya proses pendeteksian logam belum
dilakukan secara konsisten.
o
Saran yang dapat diberikan penulis adalah pada proses pembuangan insang dan
isi perut sebaiknya es yang diberikan pada tumpukan ikan lebih banyak dan lebih
merata. Kemudian pada proses pengemasan, pengelapan sebaiknya dilakukan
menggunakan tisu yang sekali pakai sehingga tidak menimbulkan kontaminasi pada
produk. Lalu penerapan SSOP perlu diterapan dengan lebih intensif. Kemudian
penerapan 7 prinsip HACCP perlu diterapkdan secara konsisten pada tahapan proses
pendeteksian logam yang termasuk ke dalam CCP.

Item Type: Other
Subjects: S Agriculture > SH Aquaculture. Fisheries. Angling
Depositing User: Unnamed user with email admin@poltekkpsidoarjo.ac.id
Date Deposited: 08 Aug 2025 08:23
Last Modified: 08 Aug 2025 08:23
URI: https://repository.poltekkpsidoarjo.ac.id/id/eprint/220

Actions (login required)

View Item
View Item